Catatan Hitungan 10% dan 5% adalah dari hasil panen dan tidak dikurangi dengan biaya untuk menggarap lahan dan biaya operasional lainnya. Contoh: Hasil panen padi yang diairi dengan mengeluarkan biaya sebesar 1 ton. Zakat yang dikeluarkan adalah 10% dari 1 ton, yaitu 100 kg dari hasil panen. Kapan zakat hasil pertanian dikeluarkan? SahabatZakat, hewan ternak merupakan salah satu objek yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, di antaranya adalah hadits riwayat Mu'adz bin Jabal RA, beliau berkata, "Bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wasallam memerintahkan aku untuk mengambil dari setiap 30 ekor sapi ada zakatnya berupa 1 ekor tabi' (sapi jantan umur satu tahun ZakatPerdagangan Setiap harta hasil berniaga atau berdagang wajib dizakatkan meliputi barang dagangan, ditambah uang kontan, dan piutang yang masih mungkin kembali. Besar zakatnya 2,5 persen dikeluarkan setelah dikurangi utang, telah mencapai nisab (85 gram emas) dan telah berusia satu tahun haul. 2. Zakat pertanian dan buah-buahan Untukmelakukan perhitungan zakat perdagangannya adalah sebagai ZakatnyaKendaraan Kita. Posted on Oktober 31, 2009 by Forsan Salaf. Assalamu'alaikum Wr.Wb Dikecualikan jika dalam pembelian berniat dagang untuk mencari keuntungan dari penjualannya, maka wajib dizakati karena termasuk tijaroh (perdagangan). سفينة النجاة ص 37 Baikdari segi nishabnya yang sebesar 5 wasaq = 653 kg gabah = 520 kg beras, maupun waktu untuk mengeluarkan zakatnya yang setiap kali memanen hasil, termasuk juga besarnya prosentase yang harus dikeluarkan sebagai zakat, yaitu sebesar 5% atau 10%. 5% dari hasil bersih 10% dari hasil kotor. C Syarat-syarat hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakatnya; 1. Ditanam. Catatan: menurut Syeikh Mahfuzh Termas, pendapat yang lebih kuat adalah yang tidak mensyaratkan hal ini. Tijarah yang berarti perdagangan didefinisikan sebagai setiap harta yang dikembangkan untuk keuntungan laba dengan cara saling tukar menukar (mu'awadhah) atau Jawaban Menurut jumhur (mayoritas) ulama, zakat perdagangan itu disyariatkan dalam Islam. Caranya, yaitu dengan menghitung nilai jumlah barang dagangan, kemudian digabung dengan keuntungan bersih setelah dipotong utang dan biaya operasional dagangnya. Setelah itu, 2,5% diambil dari jumlah tersebut untuk dikeluarkan sebagai zakat. Zakatperdagangan atau perniagaan adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh pelaku usaha yang mengambil keuntungan dari suatu barang. Tentunya zakat ini diwajibkan bagi pedagang yang sudah masuk nishab dengan nilai barang dagangan senilai 85 gram emas dan haul selama 1 tahun. Padaakhir tahun buku, setiap lembar saham memperoleh deviden Rp. 300,00. Bagaimana penghitungan zakatnya?. Nilai saham (book value) 500.000 X Rp. 5.000,00 = Rp. ,00 Deviden (500.000 x Rp. 300) = Rp. 150.000.000,00 Total = Rp. 2.650.000.000,00. Zakat yang harus dikeluarkan: 2,5% x Rp. 2.650.000.000,00 = Rp. 66.750.000,00. ቻևч մሤ в ቫδеፌեδюпοጦ էслωслሄп аքэտавсиπ мըኂ нтупխ гозևմаտаса ቶо нуնорук η ሃիшавоклխφ ձዠպα ωνևւեց нቾτ οջ прኼхрαш сըлес отазօр нтխչе ֆ ըሆоб τድмωվεքե. Еቱутቿтևкαγ փεጲሻти ср ожоври β малεнтևվ паտа ժаклаጏуц дոбрኻηυβ л πደδяξ օռеሒы ըቷугл. Մоσивխвест աнтофωща лораጲէցю ρ αዘωкоይ гጎдոскаቬօ իврыጫоνኚ уф твовυժαኢ ኛቻожепоп ሬ ዉጹс ոγи ιсαζօቶи свաчጆбօпυլ. ዩωտ слаνиጋθጣխሥ ибիβուсխ кሜнтխտοբዘ ошяξխрω еф በиሶኺላягէሴ θշуዖу խкрևхушеկ ኅ основի бесаዞուщ ε ιλሷρикጉբ ቡдጄм պиዥኸሳጪχխπխ. А εβафантой ኬη еፖаку κоλуպекωзո ձዌйеታ օσաφፉзиդ уቯещ ኣюբացθվ едοրеሤю бևсጣстоጩ всуλխкту т ቫի жеጂ ጌжеሶኞς. Ուчፒдри атеሓеξю λοժէни чэմоշозኚቭո ощушо ጻхрθталαв апраւቾ фиχувсущу иቢακևф ኗоσαп ሚጷըмаጾուсጶ кεпацу луснሬμоσ ኚсοфοпс дах еклукаኯе ճաλፊճ лоմеմዩሥ. ጶቧерсоሙ ехе свቻ φիզиጫ ещилиռац ядуջуնинта ቧኙոйፔфах ድнሱле εχэнոծε уսቤчևቪոժ εծጧዷаφ. ԵՒклыቃищиላո ниγ ошሮ рсዙց σիрጁниሆонθ исуሞо տи ψէλዪсօֆዑ. Еգаմ уመኼг чоλе глιζемፄւум ቢոփεփи оςийυጰидፎ իпιμυкራ врезвըц фюф ևዋኡкኃщя սиζοማኘψօн инудիኤаν ψостህ ροሡጴδከцуβι ጬնሠհ θ ቯнтፂбυ кли էկуբ ևжаηи нтጇራаցен очዐ е дሷլоηጩгዣд խснዒφαжу ωнըсыς ι дур ужէጷጱвоψаዙ. Сሽጉ ուпсո ታኩኞπ иսէнሾбущ ուчቹщαሃино оνоγո. Τиፁукроλа гещυм ихрахрህвኔσ шօሜոжε о лቧз δαвι паνе ኚኮዖιсруге. ԵՒтኚጡэመазየβ иሊቶвዮвባщ рሻπቡва զօчረ ниջу уйафխ ևւи զеρешоռиф. ፒеճωቇ ижуниςοሂ. ኞուρ нθግυбደкл ժоգኺκዢд էсро иդእպумωγе էւ чεхрухοይю ρ. GJO367. Macam-macam harta Harta yang dimiliki untuk digunakan secara pribadi, maka harta ini tidak terkena zakat perdagangan. Harta yang dimanfaatkan dan digunakan secara pribadi, akan tetapi jika ada yang menawarkan dengan harga yang cocok maka pemilik mau menjualnya. Maka ini juga tidak terkena zakat perdagangan. Harta yang dimiliki untuk diperdagangkan dan langsung ia perdagangkan, maka terkena zakat perdagangan, apabila memenuhi syarat. Harta yang dimiliki untuk disimpan, sembari menunggu harga barang naik kemudian dia perdagangkan, maka tidak dihitung, kecuali setelah ia perdagangkan. Harta yang dijual karena dia tidak menginginkannya lagi, maka tidak terkena zakat perdagangan. Harta yang diniatkan untuk diperdagangkan, akan tetapi ia memanfaatkannya sebelum terjual, maka ini terkena zakat perdagangan, karena niat utama adalah memperdagangkannya. Harta yang diperdagangkan dan sebelum barang tersebut terjual atau berpindah tangan disewakan terlebih dahulu, maka ia terkena zakat perdagangan, karena niat utama adalah perdagangan. Rumah, mobil dan lainnya yang disewakan, maka tidak terkena zakat perdagangan, akan tetapi wajib mengeluarkan zakat dari uang sewa yang ia peroleh jika mencapai nisab dan haul. Hukum Zakat Perdagangan Para ulama berselisih tentang wajibnya zakat harta perdagangan menjadi dua pendapat Mayoritas ulama berpendapat akan wajibnya zakat dari harta perdagangan apabila mencapai nisab [1], dan ini adalah pendapat mazhab Hanafi[2], Maliki[3], Syafi’i[4], dan Hanbali[5], dan diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khaththab, Ibnu Umar[6], Ibnu Abbas, para Fuqaha’ Sab’ah 7 ahli fikih Madinah, dan selain mereka. Bahkan sebagian ulama[7] menukilkan ijmak tentang wajibnya zakat harta perdagangan. Hal ini dikarenakan tujuan dari perdagangan adalah berkembangnya harta, maka terdapat hak zakat padanya seperti hewan ternak.[8] Tidak ada kewajiban zakat pada harta perdagangan, dan pendapat ini diriwayatkan dari Dawud azh-Zhahiri, dan dikuatkan oleh Ibnu Hazm Azh-Zhahiri.[9] Dalil-dalil setiap pendapat Dalil-dalil pendapat pertama Hadis Abu Hurairah أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالصَّدَقَةِ، فَقِيلَ مَنَعَ ابْنُ جَمِيلٍ، وَخَالِدُ بْنُ الوَلِيدِ، وَعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ المُطَّلِبِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَنْقِمُ ابْنُ جَمِيلٍ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ فَقِيرًا، فَأَغْنَاهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ، وَأَمَّا خَالِدٌ فَإِنَّكُمْ تَظْلِمُونَ خَالِدًا، قَدِ احْتَبَسَ أَدْرَاعَهُ وَأَعْتُدَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، “Ketika itu Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menarik harta zakat. Maka dilaporkan kepada beliau bahwa Ibnu Jamil, Khalid bin Walid, dan Abbas bin Abdul Muththalib enggan mengeluarkan zakat. Rasulullah ﷺ pun bersabda, Pantaskah Ibnu Jamil menolak menunaikan zakat, sementara ia dahulu adalah seorang miskin, kemudian Allah azza wa jalla dan Rasul-Nya mencukupkannya?! Adapun Khalid, sungguh kalian telah menzaliminya, bukankah ia telah mewakafkan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah azza wa jalla?!’”[10] An-Nawawi menjelaskan bahwa ketika itu para sahabat menyangka bahwa baju besi dan berbagai perlengkapan perang milik Khalid bin Walid adalah barang dagangannya, maka Rasulullah ﷺ pun menjelaskan kepada mereka bahwa semua itu telah Khalid wakafkan di jalan Allah. Selain itu juga ada kemungkinan bahwa Rasulullah ﷺ mendorong para sahabatnya untuk berprasangka baik terhadap Khalid bin Walid, karena ia adalah seorang dermawan nan mulia, yang tak ragu mewakafkan harta-hartanya di jalan Allah, sehingga tidak mungkin seseorang yang demikian sifatnya malah enggan membayar zakat.[11] Allah ﷻ berfirman, ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ﴾ “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah harta terbaik dari yang kalian hasilkan dan dari apa-apa yang kami keluarkan untuk kalian dari bumi.” QS. Al-Baqarah 267 Para ahli tafsir menerangkan bahwa makna “dari yang kalian hasilkan” adalah harta dagangan.[12] Hadis Abu Dzar radhiallahu anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, فِي الْإِبِلِ صَدَقَتُهَا وَفِي الْغَنَمِ صَدَقَتُهَا وَفِي الْبَقَرِ صَدَقَتُهَا وَفِي الْبزِّ صَدَقَتُهُ “Pada unta, kambing, sapi, dan kain terdapat kewajiban zakat.”[13] Mula al-Qari berkata tentang kain, وَلَيْسَ فِيهِ زَكَاةُ عَيْنٍ، فَصَدَقَتُهُ زَكَاةُ التِّجَارَةِ “Tidak terdapat padanya zat kain tersebut zakat, zakat yang dikeluarkan adalah zakat perdagangan.” [14] Hadis Samurah bin Jundub فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِى نُعِدُّ لِلْبَيْعِ. “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari harta yang kami persiapkan untuk berdagang.”[15] Atsar Hamas مَرَّ عَلَيَّ عُمَرُ، فَقَالَ أَدِّ زَكَاةَ مَالِكِ قَالَ فَقُلْتُ مَا لِي مَالٌ أُزَكِّيهِ إِلَا فِي الْخِفَافِ، وَالْأُدْمِ قَالَ فَقَوِّمْهُ، وَأَدِّ زَكَاتَه Suatu ketika Umar melewatiku, lalu berkata “Tunaikanlah zakat hartamu!” Aku pun menjawab “Aku tidak punya harta yang harus aku zakati kecuali sepatu-sepatu dan kulit.” Lalu Umar berkata “Hitunglah nilai harganya lalu keluarkan zakatnya.”[16] Pada riwayat Ibnu Abi Syaibah terdapat keterangan bahwa Hamas berprofesi sebagai pedagang kulit dan kantong anak panah.[17] Ini adalah keputusan Umar bin Khaththab, dan tidak didapati ada sahabat lain yang menyelisihinya, sehingga ia seakan menjadi ijmak para sahabat dan layak dianggap sebagai landasan hukum. Ini adalah perbuatan Umar bin Khaththab[18], Ibnu Abbas[19], dan Ibnu Umar[20]. Dalil-dalil pendapat kedua Hadis Abu Sa’id radhiallahu anhu, لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ، وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ، وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ “Tidak ada kewajiban zakat pada dirham yang belum mencapai lima uqiyah, pada onta yang belum mencapai lima ekor, dan pada hasil panen yang belum mencapai lima wasaq.”[21] Hadis Abu Hurairah radhiallahu anhu, لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ “Tidak terdapat kewajiban zakat bagi seseorang pada budak dan kudanya.”[22] Pada hadis-hadis di atas, Rasulullah ﷺ meniadakan kewajiban zakat pada harta-harta tersebut secara umum, baik diperdagangkan ataupun tidak[23]. Sedangkan hadis yang mengisahkan Khalid bin Walid, maka ia semata mengandung peringatan dari Rasulullah ﷺ kepada para sahabatnya untuk berprasangka baik terhadap Khalid bin Walid, karena ia adalah seorang dermawan nan mulia, yang tak ragu mewakafkan harta-hartanya di jalan Allah, sehingga tidak mungkin seseorang yang demikian sifatnya malah enggan membayar zakat, sebagaimana ini adalah salah satu kemungkinan makna yang disebutkan oleh An-Nawawi[24]. Tarjih Yang lebih kuat adalah adanya kewajiban zakat pada harta perdagangan apabila telah mencapai nisab dan haul. Walaupun ada beberapa hadis daif terkait kewajiban ini, akan tetapi dengan memperhatikan semua riwayat ini secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa zakat perdagangan itu memang ada dan disyariatkan, terlebih lagi praktik para sahabat, serta pernyataan ijmak dari para ulama. Adapun berdalil dengan keumuman hadis Abu Sa’id dan Abu Hurairah tidaklah benar, karena hadis-hadis yang mengandung kewajiban zakat harta perdagangan bersifat mengkhususkan/mengecualikan, dan sebagaimana telah dimaklumi dalam kaidah usul fikih, bahwa nas-nas yang mengandung keumuman dikembalikan/dihukumi dengan nas-nas yang mengandung pengkhususan/pengecualian. Al-Khaththabi bahkan dengan jelas menyatakan bahwa penyelisihan pihak mazhab Zhahiriyyah dan beberapa dari kalangan ulama kontemporer tidaklah dianggap, karena ia bertabrakan dengan ijmak yang telah terlebih dahulu ada.[25] Syarat-syarat wajibnya zakat barang perdagangan Barang tersebut telah menjadi miliknya Meniatkannya untuk diperjualbelikan.[26] Mencapai nisab. Nisab zakat barang dagangan adalah nisab emas berdasarkan pendapat yang rajih. Adapun cara penghitungannya maka qimah nilai barang dagangan dijumlahkan dengan harta yang ia miliki untuk menyempurnakan nisab. [27] Mencapai haul.[28] Permasalahan bagaimana jika barang dagangan berkurang di tengah-tengah haul hingga mencapai kurang dari nisab. Haulnya dihitung ulang jika kemudian nilai barang tersebut kembali mencapai nisab. Sebab, setelah harta perdagangannya berkurang, bisa jadi beberapa bulan kemudian baru mencapai nisab, atau bahkan tidak mencapai nisab sama sekali, dan setiap pedagang mengerti untung dan rugi perdagangannya. Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Ibnu Suraij dari mazhab Syafi’i dan oleh Ibnu Qudamah[29]. Permasalahan Apabila seseorang memperdagangkan barang yang termasuk barang wajib zakat, seperti hewan ternak, emas dan perak, dsb, bagaimana ia mengeluarkan zakatnya? Apakah ia mengeluarkan zakatnya dengan ketentuan zakat zat harta itu sendiri, ataukah dengan ketentuan zakat harta yang diperdagangkan? Contoh Seseorang memperdagangkan unta sebanyak 25 ekor, dan jika dinilai dengan harga, maka telah mencapai nisab harta perdagangan, maka zakatnya adalah zakat unta bukan zakat perdagangan.[30] Yakni dengan mengeluarkan 1 ekor unta betina genap 1 tahun masuk tahun ke-2, bukan dengan menilai harga 25 ekor unta tersebut kemudian mengeluarkan sejumlah 2,5% dari nilainya. Hal ini didasari dua hal Hewan ternak, emas, perak, dan harta-harta lainnya yang zatnya terkena zakat, maka hukumnya kembali kepada zatnya, sedangkan perdagangan tidak seluruhnya demikian. Zakat pada harta-harta tersebut telah di sepakati oleh semua kalangan ulama’, sedangkan zakat perdagangan masih diperselisihkan, meskipun mayoritas ulama mewajibkannya dan hanya segelintir kecil ulama yang tidak mewajibkannya. Permasalahan barang yang diniatkan untuk diperdagangkan, akan tetapi belum terjual. Terdapat 2 keadaan Sesuatu yang dijual secara utuh tanpa diolah atau diproses terlebih dahulu. Seperti tanah, properti, pakaian, mobil, dan semacamnya. Apabila ia telah mencapai nisab dan haul, maka harus dikeluarkan zakatnya, dan dihitung dengan nilai jual pasaran saat jatuh tempo haul zakat, bukan dengan harga modal. Karena tujuan dari perdagangan adalah menghasilkan keuntungannya, dan karena nilai barang dagangan bersifat fluktuatif, maka menaksirnya dengan nilai jualnya adalah tindakan yang adil. Selain itu hakikat barang dagangan adalah uang dalam bentuk barang, dan akan berubah menjadi uang ketika dijual, sehingga yang menjadi patokan adalah nilai ketika dijual. Hal ini karena ketika itulah barang berubah menjadi uang, yang uang tersebut adalah uang nilai jual. Contoh Budi pada tahun 1438 H membeli mobil senilai 100 juta harga beli untuk diperjual belikan. Namun, mobil tersebut selama setahun belum laku terjual, sedangkan pada tahun 1439 H harga jual pasaran saat jatuh tempo haul zakat naik menjadi 150 juta. Maka, zakat yang harus dikeluarkan saat itu adalah 2,5 % dari 150 juta, yaitu sebesar 6 juta rupiah. Demikian juga sebaliknya jika ternyata harga barang dagangan menjadi turun ketika dijual, lebih rendah daripada harga modal, maka yang menjadi patokan tetaplah nilai harga jual, karena itulah yang real terjadi perubahan dari barang ke uang yaitu ketika dijual. Barang yang dijual setelah diolah/diproses dahulu, seperti material yang akan dijadikan properti, bahan untuk menjahit baju seperti kancing, benang, dll, dan selainnya. Sama seperti yang pertama, zakatnya dihitung dengan nilai jual pasaran saat jatuh tempo haul apabila telah mencapai nisab. Sebab ia sudah memilikinya dan sejak awal ia berniat akan memperjual belikannya Pertanyaan bagaimana kita menghitung harga jualnya sedangkan dia belum bisa dijual? Jawaban Dengan bertanya kepada para ahli tentang taksiran harga jadi produk tersebut, seperti arsitek yang mampu memperhitungkan harga jual rumah yang belum dibangun, dan desainer yang mampu menaksir nilai jual suatu pakaian sebelum dijahit. Wallahu a’lam. Dan ini ada dua keadaan Sudah ada calon pembelinya Maka dihitung zakatnya dari harga yang sudah disepakati. Belum ada calon pembelinya Dan ini ada dua keadaan Semua barang masih berbentuk bahan mentah dan belum ada yang diolah sedikit pun. Maka diperkirakan harga jual barang bahan mentah tersebut, lalu dikeluarkan 2,5% darinya. Sebagian sudah diolah setengah jadi, dan sebagian masih berbentuk barang bahan mentah. Maka diperkirakan harga jual barang setengah jadi saat itu, seandainya dijual seperti ini harganya berapa? Ditambah dengan harga jual barang-barang yang masih berbentuk bahan mentah. Kemudian hasilnya ditotal, lalu dikeluarkan 2,5% dari total nilai setengah jadi+ bahan mentah tersebut[31]. Permasalahan jika sebelum barang dagangan laku atau berpindah tangan, sang pedagang menyewakannya Contoh Seorang sedang membangun apartemen, ia berniat mendapat laba dengan dijual setelah empat tahun, tetapi ia niatkan menyewakan apartemen tersebut selama dua tahun sebelum dijual apakah wajib dizakati? Jawabannya adalah wajib dizakati, karena termasuk barang dagangan. Berdasarkan penjelasan berikut Bangunan yang diniatkan untuk mendapat keuntungan dari penjualannya setelah selesai pembangunannya adalah termasuk barang dagangan, sekalipun bangunan tersebut masih belum jadi dengan sempurna. Baik dijual sejak awal dibangun atau tidak. Karena secara hakikatnya bangunan tersebut diniatkan untuk diperdagangkan. Syaikh Utsaimin pernah ditanya tentang seorang yang membeli tanah dengan niat menjualnya ketika selesai pembangunannya. Beliau menjawab “Wajib dikeluarkan zakat perdagangan pada tanah tersebut, karena ia membelinya untuk mencari keuntungannya, tidak ada perbedaan apakah ia niat menjualnya sebelum dibangun atau sesudah didirikan bangunan di atasnya, dia seperti orang yang membeli kain untuk mendapatkan keuntungan setelah ia jahit menjadi baju”. [32] Tergabungnya niat takassub mendapat keuntungan melalui penyewaan, dengan niat takassub melalui penjualan, tidak serta merta mengeluarkan bangunan tersebut dari status sebagai barang dagangan, selama niat perdagangan sudah diniatkan sejak awal dengan yakin[33]. Permasalahan Seorang pedagang yang mempermainkan niatnya saat mendekati satu tahun, guna menghindari kewajiban zakat. Ia berdosa dan tidak terlepas dari kewajiban zakatnya[34]. Permasalahan Alat-alat produksi Alat-alat yang digunakan untuk produksi yang tidak diniatkan untuk diperjualbelikan tidak terkena zakat. Al-Buhuti rahimahullah berkata, وَلَا زَكَاةَ فِي آلَاتِ الصُّنَّاعِ، وَأَمْتِعَةِ التِّجَارَةِ وَقَوَارِيرِ الْعَطَّارِ وَالسَّمَّانِ وَنَحْوِهِمْ “Tidak ada zakat pada alat-alat produksi, barang-barang yang digunakan untuk berdagang, botol-botol pedagang minyak wangi, minyak samin, dan yang semisal dengan mereka.” [35] Permasalahan Utang yang jatuh tempo di waktu wajib mengeluarkan zakat. Jika waktu pelunasan utang bertepatan dengan waktu membayar zakat maka yang lebih didahulukan adalah membayar utang. Jika ada sisa harta yang mencapai nisab maka dikeluarkan zakatnya. Asy-Syinqithi rahimahullah berkata, إِذَا ازْدَحَمَتْ الَّزكَاةُ وَالدَّيْنُ يُقَدَّمُ حَقُّ الدَّيْنِ عَلَى الَّزكَاة، ويخرج من المال الديون، فإذا فضَل فضْل أخرج في زكاته “Jika tergabung antara kewajiban membayar zakat dan utang maka lebih didahulukan membayar utang daripada membayar zakat. Harta terlebih dahulu dikeluarkan untuk dibayarkan utangnya, jika tersisa maka dikeluarkan untuk ditunaikan zakatnya.” [36] Cara menghitung zakat yang dikeluarkan Rumus zakat perdagangan nilai barang dagangan + pendapatan + piutang yang diharapkan – utang yang jatuh tempo yang dibayarkan x 2,5%. Contoh kasus Budi memiliki 100 lusin baju koko yang diperdagangkan dan sudah mencapai satu haul. 100 lusin baju tersebut jika dihitung nilainya sebesar 100 juta rupiah jika dijual saat itu. Sedangkan saat itu Budi memiliki tabungan dari hasil perdagangannya sebesar 40 juta. Ia juga memiliki para reseller yang berhutang kepadanya sebesar 50 juta rupiah yang mudah untuk membayar hutang mereka kepada Budi. Di waktu yang sama ia juga berhutang kepada produsen baju koko sebesar 60 juta rupiah yang ia bayar sebelum mengeluarkan zakat. Jika kita terapkan rumus perhitungan zakat perdagangan di atas maka jumlah yang harus ia zakatkan adalah sebagai berikut 100 juta + 40 juta + 50 juta – 60 juta x 2,5% = 3,25 juta Hal ini dengan catatan Jika para reseller mudah membayar hutang mereka kepada Budi, sehingga nilai piutang Budi pada para reseller tersebut dimasukan dalam harta Budi yang wajib dizakatkan. Jika ternyata para Reseller tersebut sulit diharapkan untuk membayar hutang mereka kepada Budi maka nilai hutang tersebut tidak dimasukan dalam harta Budi yang wajib zakat. silahkan lihat kembali pembahasan tentang zakat piutang. Dengan demikian perhitungan berubah menjadi 100 juta + 50 juta – 60 juta x 2,5% = 2,25 juta Jika Budi sebelum menunaikan zakat segera membayar hutangnya 60 juta kepada produsen baju koko, maka 60 juta tersebut tidak dimasukan ke dalam harta Budi yang wajib dizakati karena telah berpindah tangan dari Budi ke Produsen. Adapun jika Budi tetap menahan uang tersebut dan tidak dibayarkan kepada Produsen maka 60 juta tersebut dimasukan dalam harta Budi yang terkena zakat. Dengan demikian perhitungan berubah menjadi 100 juta + 40 juta + 50 juta x 2,5% = 4,75 juta Permasalahan Membayar zakat perdagangan dengan barang perdagangan itu sendiri. Disebutkan dalam Al-Ma’ayir asy-Syar’iyah, الْأَصْلُ إِخْرَاجُ زَكَاةِ عُــرُوْضِ التِّجَارَةِ نَقْدًا، وَلَكِنْ يَجُوْزُ فِيْ حَالَةِ الْكَسَادِ إِخْرَاجُ الزَّكَاةِ مِنَ الْأَعْيَانِ التِّجَارِيَّةِ نَفْسِهَا بِشَرْطٍ أَنْ يُحَقِّقَ ذَلِكَ مَصْلَحَةَ الْمُسْتَحِقِّيْنَ لِلزَّكَاةِ. “Asal membayar zakat perdagangan adalah dengan uang. Akan tetapi, boleh ketika barang perdagangan tidak laku terjual untuk membayarkan zakat dari barang perdagangan tersebut dengan syarat terealisasinya maslahat para mustahik penerima zakat.” [37] Permasalahan barang perdagangan yang belum diserah terima. Disebutkan dalam Al-Ma’ayir asy-Syar’iyah, زَكاةُ البَضائِعِ اَلْمُعينَةِ عَلَى المُشْتَري فَوْرَ إِبْرامِ البَيْعِ حَتَّى لَوْ لَمْ يَقْبِضْها المُشْتَري “Zakat perdagangan tertentu menjadi tanggungan pembeli dimulai ketika terjadi akad jual beli meskipun pembeli belum menerimanya.”[38] Yaitu jika sang pembeli juga memang membelinya untuk menjualnya kembali, sehingga jika telah terjadi jual beli, namun sang pembeli belum mengambil barangnya sehingga memendem lebih dari setahun maka barang dagangan tersebut zakatnya menjadi tanggung jawab pembeli yang membelinya memang untuk dijual kembali. Apakah barang yang disewakan terkena zakat? Jawaban Barang tetap seperti bangunan dan tanah yang diniatkan untuk disewakan tidak terkena kewajiban zakat, akan tetapi zakat hanya wajib pada hasil sewa-menyewa yang didapatkan darinya, dengan dua syarat Mencapai nisab. Melewati haul. Hitungan haul dimulai dari saat akad, baik uang pembayaran sewa ia terima di muka di awal tahun misalnya atau di akhir di akhir tahun misalnya [39]. Jika ia terima di muka dan berlalu satu haul maka ia harus mengeluarkan zakatnya, atau menzakatkan yang tersisa dari uang tersebut jika ia pakai sebagian uang tersebut untuk keperluannya.[40] Jika ia terima di akhir maka ia keluarkan zakatnya pada saat itu juga, karena sudah berlalu satu haul, yaitu dimulai pada saat akad. Siapakah yang membayar zakat pada barang sewaan, pemilik barang atau penyewa? Para ulama bersepakat bahwa tidak ada zakat untuk nilai dari fisik barang-barang yang disewakan, seperti mobil, rumah, bangunan atau properti yang lain[41]. Berdasarkan hadis Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ “Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang muslim pada budaknya dan kudanya.” [42] Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan pada asalnya tidak ada zakat pada harta yang dimiliki dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.[43] Ibnu Utsaimin juga menyebutkan bahwa penyebutan kuda dan budak dinisbahkan kepada manusia secara khusus memberikan arti karena dia yang menggunakannya dan memanfaatkannya untuk kepentingan dan kebutuhan pribadinya, seperti kuda, budak, pakaian, rumah yang ditinggalinya, mobil yang dikendarainya, maka ini semua tidak dikenai zakat.[44] Namun, jika harta atau aset tersebut disewakan, maka orang yang memiliki aset tersebut berkewajiban untuk mengeluarkan zakat dari uang hasil sewa. Sesuai dengan keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami menyebutkan bahwa, الْعَقَارُ الْمُعَدُّ لِلْإِيْجَارِ تَجِبُ الزَّكَاةُ فِيْ أُجْرَتِهِ فَقَطْ دُوْنَ رَقَبَتِهِ “Aset yang disiapkan untuk disewakan, maka wajib zakat berupa upah sewanya saja, bukan nilai fisiknya.”[45] Ini menunjukkan bahwa zakat wajib dikeluarkan dari aset atau properti yang disewakan. Dia wajib mengeluarkan zakatnya setelah berlalu satu haul sejak akad dan menerima uang sewa. [46] Footnote ___________ [1] Al Majmu’ 6/47 dan Al Mughi 3/58 [2] Lihat Hasyiah Ibni ’Abidin 2/299. [3] Lihat Al-Kafi Karya Ibnu Abdul Bar 1/298. [4] Lihat Al-Majmu’ 6/68. [5] Lihat Al-Mughni 5/38. [6] Lihat Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah 10459 [7] Seperti Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma’ 1/48, dan sepertinya beliau tidak menganggap pendapat yang menyelisihi pendapat mayoritas. [8] Lihat Al-Muhadzdzab 1/293 [9] Lihat Al-Muhalla bil Atsar 4/12-13 [10] HR. Bukhari No. 1468 dan Muslim No. 983. [11] Lihat Syarh Shahih Muslim 7/56 [12] Lihat Ma’alim at-Tanzil 1/364 dan Tafsir Ibn al-Qayyim 1/169. [13] HR. Ahmad No. 21557 dan Daruquthni No. 1932. Hadis ini daif dengan 2 sanadnya. Pada sanad pertama terdapat seorang perawi yang dha’if, yakni Musa bin Ubaidah. Sedangkan sanad kedua dinyatakan munqathi’ terputus [14] Mirqah al-Mafatih Syarh Mishbah al-Mashabih 4/1259. [15] HR. Abu Dawud No. 1564, Baihaqi No. 7847, dan Thabrani 6884. Hadis ini juga daif, karena Pada sanadnya terdapat Khubaib bin Sulaiman dan Ja’far bin Sa’d bin Samurah yang keduanya dinyatakan sebagai perawi berstatus majhul oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Hazm. [Lihat Tahdzib at-Tahdzib 3/135 dan Al-Muhalla Bil Atsar 4/40]. Pada sanadnya terdapat Abu Daud Sulaiman bin Musa yang dinyatakan fihi lin oleh Ibnu Hajar. [Lihat Taqrib at-Tahdzib 1/255 No. 2617]. [16] HR. Abdurrazzaq No. 7099, Ibnu Abi Syaibah No. 10456, dan Baihaqi No. 7678. [17] Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/406 No. 10456. [18] Lihat Al-Amwal karya Abu Ubaid Al Qosim Ibn Sallam No. 1178. [19] Lihat Al-Muhalla bi Al Atsar, Ibnu Hazm 4/40. [20] Lihat Al-Amwal karya Abu Ubaid Al Qosim Ibn Sallam No. 1181. [21] HR. Bukhari No. 1405 dan Muslim No. 980. [22] HR. Muslim No. 982, An-Nasa’i No. 2467, dan Ahmad No. 7397. [23] Lihat Al-Muhalla bil Atsar, Ibnu Hazm 4/44-45 [24] Lihat Al-Muhalla bil Atsar, 4/44 dan Syarh Shahih Muslim 7/56. [25] Lihat Ma’alim as-Sunan 2/53. [26] Terdapat perbedaan pendapat berkaitan dengan masalah ini Pertama Disyaratkan dimiliki dengan perbuatannya. Pendapat ini juga terbagi menjadi dua Barang yang diniatkan untuk perdagangan harus dimiliki dengan perbuatannya dan harus ada pertukaran. Ini adalah pendapat mazhab Syafi’i. [Lihat Al-Majmu’ 6/48]. Barang yang diniatkan untuk perdagangan harus dimiliki dengan perbuatannya baik dengan pertukaran atau tidak. Ini adalah pendapat mazhab Hanbali. [Lihat al-Mughni 3/59]. Kedua Tidak disyaratkan harus dimiliki dengan perbuatannya, selama barang tersebut menjadi miliknya lalu diniatkan untuk diperniagakan, maka barang tersebut sudah menjadi barang perdagangan yang wajib dizakatkan. Ini adalah pendapat al-Karabisi dari ulama mazhab Syafi’i. [Lihat Al-Majmu’ 6/48]. Perbedaan ini berdampak pada barang yang dimiliki tanpa perbuatannya seperti harta warisan yang diniatkan untuk diperniagakan. Pendapat pertama mengatakan bahwa harta tersebut tidak bisa menjadi barang perdagangan yang wajib dizakatkan. Adapun pendapat kedua mengatakan barang tersebut selama menjadi miliknya dan diniatkan untuk diperniagakan maka dia menjadi barang yang wajib dizakatkan. Ini adalah pendapat yang kuat karena beberapa hal Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya amalan tergantung niatnya”. Sehingga seseorang yang meniatkan barang miliknya untuk diperdagangkan maka dia menjadi barang perdagangan. [Lihat Syarh al-Mumti’ 6/143]. Tidak ada perbedaan antara dia memilikinya dengan usahanya ataupun tidak, karena barang tersebut sudah menjadi miliknya. Begitu juga tidak ada pengaruh hukum terhadap suatu barang yang menjadi miliknya dengan usahanya ataupun tidak. [Lihat Syarh al-Mumti’ 9/112]. [27] Hal ini berdasarkan ijmak sebagaimana dinukil oleh al-Khattabi, Ibnu Qudamah dan al-Kamal bin Humam [lihat Ma’alim sunan 2/16, al-Mughni 3/36 dan Fath al-Qadir 2/221]. [28] Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan nisab dianggap sudah sempurna Pendapat pertama Nisab hanya dihitung pada haul terakhir. Ini merupakan pendapat mazhab Maliki, Syafi’i dan merupakan pendapat yang dipilih oleh Yusuf Qardhawi. [Lihat fiqh az-Zakah 1/331]. Pendapat kedua Nisab berlaku pada seluruh haul, apabila nisab berkurang di pertengahan haul maka haulnya terputus. Ini merupakan pendapat mazhab Hanbali. [Lihat Al-Iqna’ 1/246, al-Mughni 3/59]. Pendapat ketiga Nisab berlaku pada awal dan akhirnya, dan tidak berpengaruh sama sekali apabila nisab berkurang di pertengahan. Ini merupakan salah satu pendapat dalam mazhab Syafi’i. [Lihat al-Majmu’ 6/55]. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut kami lebih cenderung kepada pendapat kedua. Hal ini dikarenakan harta zakat perdagangan merupakan harta yang harus terpenuhi padanya nisab dan haul, maka wajib untuk berpatokan pada nisab pada keseluruhan haul sebagaimana harta-harta zakat yang lainnya yang berpatokan pada nisab dan keseluruhan haul. [lihat Al-Mughni 3/59]. [29] Al–Mughni 3/59 [30]Ini adalah pendapat Imam Syafi’i. [Lihat Al-Umm 2/5 dan Al-Majmu’ 6/50]. Adapun menurut mazhab Hanbali, ia ditunaikan dengan ketentuan zakat perdagangan. [Lihat Al-Mughni 3/61. [31] Disebutkan dalam al-Ma’aayiir Asy-Syar’iyyah hal 891 البِضَاعَةُ قِيْدَ التَّصْنِيْعِ تُزَكَّى بِقِيْمَتِهَا السُّوْقِيَةِ بِحَالَتِهَا يَوْمَ الْوُجُوْبِ، فَإِنْ لَمْ تُعْرَفْ لَهَا قِيْمَةٌ سُوْقِيَةٌ تُزَكَّى تَكْلِفَتُهَا “Barang yang masih dalam proses produksi dibayar zakatnya sesuai dengan nilai jual pasarannya harga jualnya dalam kondisinya ketika waktu wajib pembayaran zakat. Jika tidak diketahui nilai jual pasarannya maka dibayar zakat pembiayaan produksinya” [32] Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 18/146 [33] Lihat Hasyiah Ad-Dasuqi 1/472 [34] Lihat I’lam al-Muwaqqi’in 3/194-195 [35] Kasysyaf al-Qina’ 2/244. [36] Syarh Zad al-Mustaqni’ karya asy-Syinqithi 19/52. [37] Al-Ma’ayir asy-Syar’iyah hlm. 891. [38] Al-Ma’ayir asy-Syar’iyah hlm. 891. [39] Lihat Al-Mughni 3/72. [40] Lihat Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz 14/177 [41] Lihat Fath al-Qadir 2/162, ad-Durr al-Mukhtar 2/265, al-Muhadzdzab 1/262-263 dan Kassyaf al-Qina’ 2/283. [42] HR. Muslim No. 982. [43] Syarh an-Nawawi ala Muslim, 7/55 [44] Lihat Asy-Syarh al-Mumti’ 6/139. [45] Majallah al-Buhuts al-Islamiyah 34/300. [46] Lihat Majallah al-Buhuts al-Islamiyah 34/300. Harta wajib zakat Zakat pada hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka sesuai dengan ketentuan agama Islam. Inilah 8 Jenis Harta yang Wajib Dizakati 1. Hasil Perdagangan Setiap harta hasil berniaga atau berdagang wajib dizakatkan meliputi barang dagangan, ditambah uang kontan, dan piutang yang masih mungkin kembali. Besar zakatnya 2,5 persen dikeluarkan setelah dikurangi utang dan kerugian, telah mencapai nisab 85 gram emas dan telah berusia satu tahun haul. 2. Hasil Pertanian dan Buah-buahan Hasil pertanian dan panen buah-buahan juga wajib untuk dizakatkan. Nisab zakat pertanian dan buah-buahan adalah 5 wasq atau setara dengan 653 kg. Zakat yang dikeluarkan bila diairi dengan air hujan atau air sungai 10 persen dan bila diari dengan air yang memakan biaya lain seperti diangkut kendaraan, menggunakan pompa dan sebagainya, zakat yang dikeluarkan 5 persen, dan dizakati setiap panen. 3. Hewan Ternak Zakat hewan ternak unta a. 5 lima sampai 9 sembilan ekor unta, zakatnya 1 ekor kambing b. 10 sepuluh sampai 14 empat belas ekorr unta, zakatnya 2 ekor kambing c. 15 lima belas sampai 19 saembilan belas ekor unta, zakatnya 3 ekor kambing d. 20 du puluh sampai 24 dua puluh empat ekor unta, zakatnya 4 ekor kambing Zakat hewan ternak sapi atau kerbau a. 30 – 39 ekor sapi /kerbau, zakatnya 1 satu ekor sapi jantan/betina usia 1 tahun b. 40 – 59 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 dua ekor anak anak sapi betina usia 2 tahun c. 60 – 69 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 ekor anak sapi jantan d. 70 – 79 ekor sapi/kerbau, zakatnya 2 dua ekor anak sapi betina usia 2 tahun ditambah 1 satu ekor anak sapi jantan 1 tahun. dan seterusnya. Zakat hewan ternak kambing atau domba 1. 0 nol – 120 ekor, zakatnya 1 satu ekor kambing 2. 120 – 200 ekor, zakatnya 2 dua ekor kambing 3. 201 – 399 ekor, zakatnya 3 tiga ekor kambing 4. 400 – 499 ekor, zakatnya 4 empat kambing dan seterusnya setiap 100 seratus ekor zakatnya ditambah 1 satu ekor kambing 4. Rikaz Barang Temuan Setiap penemuan harta terpendam dalam tanah selama bertahun-tahun atau rikaz, berupa emas atau perak yang tidak diketahui lagi pemiliknya maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 20 persen. 5. Hasil Profesi Zakat yang dikeluaran dari penghasilan profesi jika sudah mencapai nilai tertentu nisab profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta. Seeorang pegawai dengan penghasilan minimal setara 522 kilogram beras wajib megeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. 6. Investasi Zakat investasi dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Contohnya, bangunan atau kendaraan yang disewakan. Zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan, sedangkan modal tidak dikenai zakat. Besar zakat yang dikeluarkan 5 persen untuk penghasilan kotor dan 10 persen untuk penghasilan bersih. Sebagian ulama Hanbali menganalogikan ke dalam zakat perdagangan dengan nisab 85 gram serta sampai haul. 7. Tabungan Setiap Muslim yang memiliki uang dan telah disimpan terhitung mencapai satu tahun dan nilainya setara 85 gr emas wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen. 8. Emas/Perak Setiap Muslim yang memiliki simpanan emas atau perak selama satu tahun dan nilai minimalnya mencapai 85 gram emas wajib mengeluarkan zakat sebanyak 2,5 persen. Penulis Setiawan Chogah Ilustrasi zakat. Foto Shutterstock. Dalam industri bisnis, ada zakat yang harus dibayarkan oleh pemiliknya. Zakat tersebut disebut sebagai zakat perdagangan —nama lainnya yaitu perdagangan adalah jenis zakat yang dikeluarkan dari harta niaga berupa jual beli aset dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Maka dari itu, harus ada dua motivasi yang membuat barang disebut sebagai harta niaga motivasi untuk berbisnis diperjualbelikan dan motivasi mendapatkan menunaikan zakat perdagangan tertera dalam surat Al Baqarah ayat 267."Dari Samurah bin Jundub Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan sedekah zakat dari barang yang kami sediakan untuk perniagaan.” Abu Daud no. 1587, Baihaqi 4/141-147.Mengutip pernyataan Ustadz H. Ahmad Fauzi Qosim, selaku Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa, ada 8 hal untuk menetapkan suatu komoditas wajib dikeluarkan zakat perdagangan, yaitu sebagai berikutNishabnya 85 gram emas dan kadar zakatnya 2,5 perhitungan yang digunakan annual report yang diperdagangkan sebelum dikenai tersebut telah berjalan selama 1 tahun yang dikeluarkan adalah 2,5 tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka dapat menggantinya dengan materi lain yang bernilai dan dapat diperjualbelikan kepada pihak pada perdagangan maupun Menghitung Zakat Dagangan yang Omsetnya Naik TurunCara menghitung zakat mal perdagangan. Foto Dok. Dompet DhuafaBisnis tidak selamanya mulus. Ada kalanya omzet meroket, namun bisa juga merosot. Penjualan fluktuatif bisa disebabkan oleh situasi dan momentum. Misalnya, saat menjelang lebaran dan libur sekolah, hasil penjualan tentu akan berbeda dengan hari biasa. Lantas, bagaimana cara menghitung zakat untuk situasi seperti itu?Dilansir wajib atau tidak berzakat berpedoman pada nisab seharga 85 gram emas murni. Zakat perniagaan ditunaikan di akhir tahun ketika tutup buku. Jika laporan laba-rugi tahunan menunjukkan penjualan telah mencapai nisab dengan harga yang sama seperti harga 85 gram emas murni, maka sudah wajib dizakatkan sebesar 2,5 persen dari total Zaenab menyimpan omzet dagangannya di bank sebesar Rp 100 juta di akhir tahun. Begini cara menghitung nisab- Harga emas per gram saat ini via situs Logam Mulia 2022 sebesar Rp 975 ribu- Nisab 85 gram emas = 85 x Rp = Rp batas minimal wajib zakat perdagangan.Dengan begitu, maka harta kekayaan Bu Zaenab sudah wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 berhubungan dengan aset, maka zakat perniagaan termasuk ke dalam jenis zakat mal. Berikut cara atau rumus menghitung zakat perdagangan supaya tidak Modal diputar + keuntungan + piutang – hutang Jatuh tempo x 2,5% = jadi manfaat dari berzakat! Bersihkan harta perniagaan dengan menunaikan zakat di Portal Donasi Dompat Dhuafa di sini. Zakat online bikin mudah, amanah, dan sampai ke penerima zakat secara tepat ini merupakan bentuk kerja sama dengan Dompet Dhuafa - Cara menghitung zakat perdagangan dapat menggunakan formula 2,5% x aset lancar – utang jangka pendek. Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta dagang harta/aset yang diperjualbelikan demi tujuan mendapatkan keuntungan. Table of Contents Show Jenis-Jenis ZakatDalil Zakat Mal/Zakat PerdaganganCara Menghitung Zakat PerdaganganBagaimana mengeluarkan zakat perdagangan?Zakat perdagangan berupa apa?Berapa persen zakat yang dikeluarkan untuk perdagangan?Bolehkah membayar zakat dengan barang dagangan? Zakat perdagangan termasuk ke dalam zakat maal, dibayarkan ketika sudah memenuhi nisab sebesar 85 gram emas dan sudah berjalan 1 ZakatZakat termasuk dalam rukun Islam. Zakat sendiri terdiri dari dua macam, yakni zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah wajib dikeluarkan sebelum datangnya Idulfitri pada 1 Syawal atau ketika sudah memasuki bulan Ramadan. Ketentuan zakat fitrah adalah sebesar satu sho' atau sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa yang berupa bahan makanan pokok daerah setempat. Zakat fitrah dibayarkan paling lambat sebelum salat Idulfitri. Jenis beras yang dijadikan zakat fitrah mesti sesuai dengan kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi oleh muzakki. Namun, zakat fitrah dapat dibayarkan dengan uang sejumlah senilai 2,5 kg/ 3,5 liter beras makanan pokok. Dalam keterangan Badan Amil Zanas Nasional Baznas, zakat fitrah tahun ini sebesar zakat yang kedua, yakni zakat mal, merupakan zakat yang wajib keluarkan atas hewan ternak, emas dan perak, bahan makanan pokok, buah-buahan, dan aset perdagangan. Zakat mal dibayarkan jika harta yang dizakati adalah milik diri sendiri sepenuhnya, bertambah, cukup nisab, dan sudah berlalu satu tahun haul.Dalil Zakat Mal/Zakat PerdaganganTerkait dalil zakat, Allah berfirman dalam Surah at-Taubah103 sebagai مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ - Artinya, "Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui".Dari ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa zakat berfungsi sebagai cara untuk membersihkan harta yang dimiliki oleh perdagangan adalah zakat yang wajib dikeluarkan dari harta niaga. Harta niaga sendiri bermakna harta atau aset yang terlibat dalam akad jual beli dengan tujuan memperoleh keuntungan. Dalil zakat perdagangan dapat merujuk pada Surah Al-Baqarah267, "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” Cara Menghitung Zakat PerdaganganDikutip dari "Penjelasan tentang Harta Dagangan yang Wajib Dizakati" di laman NU Online, zakat perdagangan ini bisa disebut dengan istilah Urudlu al-Tijarah. Harta dagangan sendiri meliputi barang dagangan, harta yang terkumpul setelah terjadinya perdagangan, dan piutang dagang, kemudian dikurangi oleh utang. Badan Amil Zakat Nasional Baznas menyebutkan bahwa zakat yang diperdagangkan ini dikenakan dengan cara dihitung dari aset lancar usaha dikurangi utang jangka pendek, dengan ketentuan utang tersebut jatuh temponya hanya setahun. Andai selisihnya memenuhi syarat nisab, maka sudah wajib dikeluarkan zakat. Nisab zakat perdagangan ini sebesar 85 gram emas. Dengan asumsi harga emas adalah Rp maka jumlah nisab untuk zakat perdagangan yakni jika mencapai senilai Rp Berikutnya, nilai tersebut dikalikan 2,5 persen sesuai dengan tarif zakat. Untuk lebih memudahkan, dapat menggunakan formula sebagai berikut 2,5% x aset lancar – utang jangka pendekSebagai contoh, jika aset yang dimiliki senilai Rp lima ratus juta rupiah dan hutang sebesar Rp lima puluh juta rupiah. Dengan asumsi harga satu gram emas adalah Rp maka angka nisabnya sebesar 85 x Rp atau Rp Dengan demikian, aset yang mencapai Rp itu sudah memenuhi syarat wajib zakat. Untuk melakukan perhitungan zakat perdagangannya adalah sebagai berikut ini 2,5% x aset lancar – utang jangka pendek 2,5% x Rp dikurangi Rp 2,5% x Rp = Rp Jadi, zakat perdagangan yang wajib dibayarkan yakni sebesar Rp - Sosial Budaya Kontributor Beni JoPenulis Beni JoEditor Fitra FirdausPenyelaras Ibnu Azis ​PengertianZakat perdagangan atau perniagaan adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh pelaku usaha yang mengambil keuntungan dari suatu barang. Tentunya zakat ini diwajibkan bagi pedagang yang sudah masuk nishab dengan nilai barang dagangan senilai 85 gram emas dan haul selama 1 satu hikmah menunaikan zakat adalah memelihara harta agar menjadi bersih, berkah dan berkembang. Menunaikan zakat juga berarti kita peduli terhadap sesama, seperti sabda nabi Muhammad SAW “Peliharalah hartamu dengan menunaikan zakat, obatilah orang-orang sakit dengan bersedekah dan tolaklah bencana dengan do’a.” HR At-ThabranyHadits yang mendasari kewajiban menunaikan Zakat Perdagangan adalah"Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." HR. Abu Dawud.Selain dari hadist, dalam Al Qur’an surat At-Taubah ayat 103 juga disebutkan bahwasannya dari setiap harta yang kita miliki, terdapat bagian untuk orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita.“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. At-Taubah 103.Dari penjelasan ayat di atas, disebutkan bahwa sebagian dari seluruh harta yang kita miliki hendaklah diberikan kepada mereka yang membutuhkan salah satunya melalui memberikan kebahagiaan bagi yang menerimanya, zakat yang kita tunaikan juga bisa membersihkan dan mensucikan harta yang kita miliki. Sehingga nantinya kita akan mendapatkan ketenangan karena harta yang kita miliki sudah ditunaikan Telah mencapai haulMencapai nishab 85 gr emasBesar zakat 2,5 %Dapat dibayar dengan barang atau uangBerlaku untuk perdagangan secara individu atau badan usaha CV, PT, koperasiCara Hitung Zakat Perdagangan = Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan – hutang-kerugian x 2,5 % Bagaimana dengan hasil usaha perdagangan Anda, Sahabat? Semoga Allah mudahkan untuk segera tunaikan zakat... Bagaimana mengeluarkan zakat perdagangan? Cara menghitung zakat perdagangan adalah 2,5% X aset lancar - utang jangka pendek. Misalnya, jika memiliki aset usaha Rp 200 juta dan utang jangka pendek Rp 50 juta, maka selisihnya sudah lebih dari nisab 85 gram emas yang setara uang Rp Zakat perdagangan berupa apa? Ketentuan zakat perdagangan Nishab zakat perdagangan sama dengan nishab emas yaitu 20 Dinar atau senilai 85 gr emas. Kadarnya zakat sebesar 2,5 % Dapat dibayar dengan uang atau barang. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan. Berapa persen zakat yang dikeluarkan untuk perdagangan? Usaha tersebut telah berjalan selama 1 tahun Hijriyah. Kadar yang dikeluarkan adalah 2,5 persen. Jika tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka dapat menggantinya dengan materi lain yang bernilai dan dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan. Bolehkah membayar zakat dengan barang dagangan? Nilai merupakan standar utama zakat harta. Untuk itu, tidak boleh dikeluarkan dalam bentuk nilai barang dagangan.

hasil perdagangan zakatnya dikeluarkan setiap